Monday, June 29, 2015

Cafe Round Up


3 cafes that are worth your time if you're ever in this city. 

1. Nox Coffee 
http://www.noxcoffee.com/

What I had: single origin Enrekang (fr. South Sulawesi), brewed using a syphon brewer: 



2. No. 27 Coffee
Single origin Rasuna (fr Sumatra)



3. Kopi Ketjil 
Luwak Sipirok 
V60 











Gamelan #3 and #4


Sesungguhnya, saya tidak begitu suka Gamelan pada awalnya. Sebagai seseorang yang tidak punya pengalaman bermain musik, kalau saya diminta mengikuti notasi musik Barat pun susah, apalagi notasi Gamelan yang cukup berbeda.  



Akan tetapi, lama-lama saya suka main Gamelan, khususnya alat musik Bonang. Siapa bisa membayangkan, 12 buah "panci" bisa membuat suara yang halus dan merdu!

Saya harus mengucapkan terima kasih kepada Mas Eko, guru saya yang mengajar saya dengan sabar :) Saya juga senang sekali bisa bermain gamelan dengan beberapa murid yang lain. 



Inilah hasil dari 4 kelas Gamelan, suatu rekaman lagu tentang 'Jamu' yang saya berharap bisa berikan Anda kesan bagaimana suara Gamelan. Selamat menikmati:

Perak (Silver)

Hari ini, kelas perak. 

Langkah-langkah untuk membuat suatu cincin:

1) Pertama-tama, perak dipotong memakai gunting. 


2) Saya mau cincin diggoreskan dengan sesuatu yang bisa mengingatkan saya perjalanan ini: 


3) Membakar. 


4) Menghaluskan potongan perak menggunakan ampelas: 


5) Memalu potongan perak sehingga berbentuk bulat 


6) Melakukan patri (pria itu Mas Agus, guru kelas perak. Ada beberapa murid yang sedang membat perak juga sementara saya di kelas, dan Mas Agus bisa berkomunikasi dengan mereka memakai bahasa Inggris dan Perancis!) 


7) Menyemir mengunnakan air dan sikat 


8) Hasilnya seperti ini: 

Monday, June 22, 2015

Wayang Kulit


Wayang adalah istilah umum yang mengacu pada semua jenis drama/teater yang menggunakan efek bayangan dan cahaya untuk menunjukkan sebuah cerita. Pertunjukkan itu diiringi oleh musik gamelan juga. Yang paling terkenal adalah wayang kulit, walaupun beberapa wayang yang lain juga bisa ditemukan di Indonesia, contohnya wayang beber, wayang klitik, wayang golek, dan wayang wong. Yang terakhir disebut, wayang wong, juga dikenal sebagai wayang orang, dan dari nama ini, mudah menyimpulkan bahwa jenis wayang ini tidak memakai boneka, malah menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh. Pernahkah Anda tahu bahwa Sendratari Ramayana (Ramayana Ballet) adalah semacam wayang wong? Saya belum tahu, dan dalam kelas saya di LB hari ini,  guru Paskalis menjelaskan keterkaitan ini antara "Ramayana ballet", yang sudah saya lihat, dan "wayang". 

Pada hari siang, saya ke Museum Sonobudoyo (untuk kedua kali) untuk belajar cara pembuatan wayang kulit. ("wayang kulit" juga dipakai untuk mengacu pada boneka yang diggunakan di pertunjukkan) Meskipun saya hanya membuatnya untuk 2 jam, setelah kelas itu, saya bisa membayangkan kesulitan dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat sebuah wayang kulit.

Cara pembuatan tradisional, dan alat-alat yang dipakai pada dasarnya belum berubah banyak dari awal: 


Pertama-tama, harus memotong sehelai bagian kulit (yang dibuat dari kulit kerbau): 


Palu dan bilah diggunakan untuk memotong bentuk tokoh 



Sesudah bentuk dipotong, rinci-rinci di dalam bentuk ini harus dipotong. Tokoh yang sedang dibuat adalah Semar. Menurut mitologi, dia seorang tokoh yang lucu tapi bijaksana:  


Waktu tidak cukup! Jadi, inilah yang bisa saya buat:  


Coba membayangkan, usaha yang diperlukan untuk membuat wayang kulit yang punya corak seperti ini: 


Sesudah dipotong, wayang kulit juga diwarnai. Saya terkesiap ketika melihat hasilnya. Meski tidak punya uang untuk membelinya, setidaknya masih bisa mengambil foto! 














Friday, June 19, 2015

Istakalista 96.2 FM

Pengalaman yg paling seru sejak datang ke Jogja - tadi saya adalah tamu untuk acara di stasiun Istakalista 96.2 FM ! Saya diwawancarai penyiar radio, Mbak Anna. Selama 1 jam kami ngobrol tentang jogja, saya ditanya kenapa pilih belajar bahasa Indonesia, kenapa mau datang ke Jogja, ada kesan apa saja tentang Jogja, dsb. Senang sekali namun saya sedikit gelisah selama wawancara itu karena takut bahasa Indonesia saya tidak cukup lancar! 



Saya didampingi guru dari LB, Mbak Ami. Dia juga ikut wawancaranya, malah menjadi "kamus" saya beberapa kali waktu saya lupa nama-nama atau kata-kata tertentu :) 

Tuesday, June 16, 2015

Bungong Jeumpa (Kuliner Aceh)


What I had for lunch today at Bungong Jeumpa, located at Jalan Demangan Baru, just 3 minutes away from USD:



Teh tarik: RP 10,000


Nasi gurih + rendang sapi + sambal: RP 16,000 

This is the food closest to the Singaporean palate that I've been able to find here. The teh tarik is 2x sweeter though. Nasi gurih is just like Nasi lemak but a little less coconut-y. 

(Update: I went back the next day for breakfast and had a Kopi Aceh and Martabak Telur) 



Kelas Gamelan #2

Inilah lagu yang saya baru belajar main di kelas Gamelan tadi. Suara gamelan bisa didengar dalam rekaman. Judul lagu ini "Ojo dipleroki". Kalau dalam Bahasa Indonesia artinya adalah: "Jangan dilirik!" Kelihatannya lagu ini adalah peringatan kepada perayu! 



Saya juga ada rekaman dari kelas gamelan tadi. Tapi kalau Anda mendengarkan rekamannya, bisa menghitung persis berapa kali saya salah main selama kelas itu. Lebih baik kalau saya tidak menyiksa Anda dengan tugas ini ya! 

Friday, June 12, 2015

Alun-Alun Kidul (Alun-Alun Selatan) - Malam


Tadi ke Alun-Alun Selatan, yang terletak di dekat Keraton, dengan Nicholas dan Josh (Nicholas teman saya dari Singapura dan Josh teman dia dari Hong Kong). Kalau pergi ke Alun-Alun pada hari siang atau sore, mungkin jalan di sini tenang, Tapi saat malam, jalan di sini menjadi taman hiburan mini dipenuhi cahaya terang dan suara keras. 

Penasaran? Inilah alasannya:



Odong-odong yang punya lampu berkedip-kedip dan juga dilengkapi layar TV kecil supaya Anda bisa mengayuh sambil menyanyi karaoke! Suara dari setiap ondong memakkan telinga dan terdengar di seluruh Alun-Alun Selatan! 


Ongkos: RP 30,000 untuk berkeliling di Alun-Alun satu kali. Satu ondong bisa naik hingga 6 orang! Setelah itu, jangan lupa mencoba wedang ronde yang dijual di pinggir jalan.

Thursday, June 11, 2015

Lepaskanlah beban pikiranmu, dengarkan hatimu

Nyanyi karoke dengan guru-guru di Happy Puppy.

Inilah lagu kesukaanku terbaru :)


Membatik



Tatangan yang saya berikan saya sendiri adalah membuat karya yang bercorak "mega mendung". Saya mencari suatu contoh corak itu dari Internet: 



Pertama-tama, saya harus menggambar motif di atas kain mori dengan pensil. Di sebelah kanan foto di bawah, alat-alat dan bahan untuk membantik bisa dilihat, yaitu canting dan malam yang harus dipanaskan.  


Motif yang sudah saya gambar lalu ditutupkan dengan malam, dengan menggunakan canting. Canting itu mirip pipa yang kecil, kan?

Kain batik dimasukkan di baskom yang sudah berisi pewarna kain. 


Sesudah kain batik dijemur, saya harus melapisi kain lagi dengan malam, karena saya mau mendapat gradien warna melalui tiga warna biru. Jadi, waktu yang diperlukan untuk membuat satu karya batik tergantung berapa warna yang diinginkan menggunakan.   




Dimasukkan dan dijemur lagi: 


Pria yang di sebelah kiri Mas Hari, guru Batik, dan di sebelah kanan, Ratri, guru dari Lembaga Bahasa. Sambil menunggu kain dikering, kami nongkrong dan makan siang :P


Akhirnya, karya batik diselesaikan: 

Wednesday, June 10, 2015

Gado-gado

Saya diajak makan siang dengan guru-guru LB di sebuah restoran di dekat kampus, namanya Bu Bagyo (Lotek dan Gado-Gado) - tak heran kalau daya pilih makan gado-gado kan? Saya juga memesan es jeruk. 



Harganya: gado-gado Rp 13000, es jeruk Rp 3000. 

Tuesday, June 9, 2015

Museum Benteng Vredeburg + Indische

In the afternoon I headed to the Museum Benteng Vredeburg. It's a history museum which tells the story of Indonesia's road to independence. Yogyakarta, as the onetime capital, figures prominently in the narrative. 



The story is presented through 40 or so dioramas spread across 3 rooms. The English translations on the information panels are fairly accurate. But the fun stuff, like the interactive screens and videos, are entirely in Indonesian. The diorama below describes the decision to move the capital of Indonesia to Jogja on 4 Jan 1946. 


An entry ticket costs just Rp 2000 and the museum is conveniently located at the southern tip of Jl. Maliboro. Definitely worth a visit if you're in the area. (It's also a couple hundred meters away from Sonobudoyo, which is mentioned in a previous post)

There's also a cafe in the museum called Indische Coffee: 


Keep learning new words about coffee! This is kopi tubruk. That's a name for the method of preparing coffee which is popular in Jawa and Bali. It involves boiling the coarsely ground coffee beans with water (and possibly also sugar). This gives you a thick layer of sediment at the bottom of the cup.